top of page

BALAI TEKNIK

PERMUKIMAN DAN PERKOTAAN

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

Desa Adat Berperan Penting Menjaga Identitas Kota


Denpasar – Desa adat memiliki peran yang penting dalam pelaksanaan program pembangunan khususnya di kawasan perkotaan karena melalui desa adat, pelestarian nilai-nilai kearifan lokal dapat tetap terjaga. Kepala Balai Informasi Permukiman dan Perkotaan (BIPP), Taufan Madiasworo, mewakili Sekretaris Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Rina Agustin Indriani, menyampaikan hal tersebut pada acara Forum Diskusi Pakar Bidang Permukiman dan Perkotaan yang diselenggarakan pada Selasa (13/10) di Werdhapura, Bali.

Peran desa adat harus dijaga karena pembangunan dan perkembangan kota yang pesat saat ini justru menyebabkan jati diri kota mulai terkikis dan menghilangkan nilai-nilai kearifan lokal. Untuk itu dibutuhkan kerja sama yang bersifat tradisional dan konsultatif sehingga otoritas pemerintah dan pihak desa adat dapat saling mendukung dalam pelaksanaan program pembangunan. Taufan menyampaikan bahwa perkembangan kota-kota di Indonesia seharusnya dapat mendukung pertumbuhan nilai – nilai budaya lokal. “Nilai – nilai budaya itulah yang pada akhirnya akan membentuk karakter dan identitas sebagai sebuah kota”, tambah Taufan.

Raldi Koestoer akademisi Universitas Indonesia dalam forum ini mengungkapkan bahwa figur kepemimpinan yang baik merupakan menjadi salah satu kunci sukses pembangunan permukiman dan perkotaan yang berbasis kearifan lokal.” Pemimpin yang baik akan mampu melihat dan memanfaatkan potensi lokal yang ada dan tidak hanya terpaku pada pertumbuhan ekonomi, persaingan dengan daerah lain dan kepentingan kelompok tertentu”, tambah Raldi.

Dalam forum tersebut terungkap bahwa bukan hanya akibat belum terarahnya pembangunan yang menjadi penyebab terkikisnya nilai-nilai kearifan lokal, namun juga karena gempuran komersialisasi yang terus menerus masuk ke dalam sendi-sendi perkotaan. Parwoto Tjondro Sugianto, praktisi dan pemerhati perkotaan menyampaikan bahwa saat ini masyarakat berada dalam suatu dunia kapitalisme yang mendewa-dewakan komersialisasi. “Komersialisasi yang sulit dibendung itu juga berpotensi merusak sistem nilai yang ada dalam masyarakat”, ucap Parwoto.

Parwoto juga menyatakan bahwa dengan adanya keterbatasan lahan di perkotaan perlu dipertimbangkan langkah inovatif seperti memprioritaskan penjualan tanah kepada pemerintah kota untuk kepentingan publik. Senada dengan Parwoto, Antonio Ismael Risianto salah satu tokoh dalam komunitas Eco Sanur, menyampaikan harapannya agar pemerintah, baik daerah dan pusat, perlu hadir dan menjadi leader dalam membendung komersialisasi. Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk melindungi desa adat dari pengaruh komersialisasi antara lain dengan memberikan insentif berupa bedah rumah, stimulus perumahan atau izin pembangunan dan pengelolaan hotel oleh desa adat.

Gusti Ayu Made Suartika, akademisi dari Universitas Udayana yang hadir dalam forum ini menyatakan bahwa masih ada desa-desa adat di Bali yang tetap memegang teguh nilai-nilai kearifan lokal. Salah satu contohnya adalah penyediaan lahan yang didedikasikan untuk area berlindung masyarakat dimana pengaturan lahannya dilakukan oleh leluhur-leluhur mereka. “Untuk saat ini, pembangunan permukiman perkotaan dapat diarahkan pada permukiman yang berbasis nilai-nilai universal”, ungkap Ayu.

Pemahaman bahwa pembangunan dan pengembangan permukiman dan perkotaan berbasis kearifan lokal adalah keniscayaan juga tergagas dalam forum ini. I Gusti Putu Anindya Putra, akademisi dari Universitas Hindu Indonesia, menjelaskan bahwa kearifan lokal seharusnya dapat hidup bersinergi dengan pembangunan dan tuntutan teknologi.” Harmonisasi itu perlu dan nilai-nilai tradisional juga tetap memerlukan sentuhan teknologi”, ucap Anindya.

Taufan menyampaikan bahwa forum ini dinisasi sebagai upaya untuk menjaring pendekatan yang out of the box dalam penanganan permasalahan permukiman dan perkotaan yang tidak bisa diatasi dengan cara-cara yang konvensional atau business as usual. Peran para ahli dibidang masing-masing sangat diperlukan agar tercipta jejaring yang kuat dan luas guna mengatasi berbagai permasalahan perkotaan dan menjadikan BIPP sebagai sebuah wadah tempat pembelajaran (learning organization) bagi para pemangku kepentingan. Keberadaan forum harus bisa berkelanjutan agar ide-ide segar yang tergali dapat terwujud dalam aksi yang konkrit dan terukur.

Kegiatan ini dihadiri oleh narasumber dari Bappeda Kota Denpasar, Satuan Kerja Pengembangan Kawasan Permukiman dan Penataan Bangunan, unsur akademisi, komunitas, dan pemerhati kota dan Balai Informasi Permukiman dan Perkotaan.


Berita Utama
Berita Terbaru
Kumpulan Berita
Search By Tags

© 2016 by BTPP

    bottom of page